Tuesday, May 29, 2012

PEMBIAYAAN SYARIAH DENGAN PRINSIP BAGI HASIL MENURUT UU NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM

Sutrisno, Wahyudi (2008) PEMBIAYAAN SYARIAH DENGAN PRINSIP BAGI HASIL MENURUT UU NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
[img]PDF - Published Version
500Kb

Abstract

On June 17, 2008, Islamic banking enter into Indonesia’s banking industry. On that day Parliament officially promulgate draft of syariah banking become the Act No. 21 year 2008. Its one of the responses in facing the development of syariah banking industry in our country. One of the most principle in Islamic banking is profit and loss sharing (PLS) which fondationally different from convensional banking which has interest as the fondation so that PLS be the spirit of Islamic banking. Nevertheless, composition of syariah financing with PLS principle in practical is still far from the expectation. The total of financing composition of mudharabah and musyarakah in Islamic banking at present is not more than 40%, so that still fail if compared with other financing product. In this thesis writer interested to observe: (1) How does Islamic law view towards syariah financing with PLS principle based on the Act No. 21 year 2008, and (2) What are the problems faced by Islamic banking in implementing syariah financing with PLS. The method used in this research is juridical normatif method. Normatif standard of this research is ushul fiqh, principally is to understand how far is syariah financing which based on the Act No. 21 year 2008 conform to Islamic legal (syariat). The result of the research may be concluded that syariah financing with PLS transaction in form of mudharabah and musyarakah is one of financing type in the Act No. 21 year 2008 concerning syariah banking. In PLS financial system, there is no profit guarantee from the project which is financed, so the creditur has to responsible the debitur’s loss if he suffered a loss, whereas in loan with interest, a debitur has to return basic loan with interest without knowing he got the profit or suffered a loss. Although PLS transaction in form of mudharabah and musyarakah do not straightly refer to Alquran and sunnah, but as an alternative non ribawi financing. The type of this association is welcomed in Islam as the main instrument to develop bussines network. The same as other financing scheme, PLS financing scheme also has the weakness in its performing especially in connection with the high risk including financing risk, market risk, and operasional risk. To minimalize the risk, UUPS requires all Islamic banking to practice risk management. The problem of practicing this financing especially in the connection with agency problem are asimetric information, moral hazard, and adverse selection. In practice, those problem are antisipated by the implementation of incentive-compatible constraint. Pada tanggal 17 Juni 2008, perbankan syariah memasuki babak baru dalam industri perbankan di Indonesia. Pada tanggal tersebut DPR secara resmi mengesahkan RUU Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang. Pengesahan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan salah satu jawaban atas makin pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air. Salah satu prinsip utama dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil yang memiliki perbedaan karakter cukup mendasar dengan bank konvensional yang berdasarkan bunga hingga prinsip bagi hasil merupakan ruh dari perbankan syariah. Meski begitu dalam prakteknya komposisi pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh dari yang diharapkan, saat ini total komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah di perbankan syariah ternyata tidak mencapai angka 40% sehingga masih kalah jika dibandingkan produk pembiayaan lain. Dalam tesis ini penulis tertarik untuk meneliti dua hal : (1) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembiayaan syariah dengan Prinsip Bagi Hasil menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta (2) Apa kendala-kendala yang dihadapi perbankan syariah dalam penerapan pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Standar normatifitas penelitian ini adalah ushul fiqh , terutama untuk mengetahui sejauh mana pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil menurut UU No. 21 tentang Perbankan Syariah tersebut sesuai dengan Hukum Islam (syariat). Dari hasil penelitian tesis ini ditemukan bahwa pembiayaan syariah dengan transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan salah satu bentuk pembiayaan dalam UU No.21 tentang Perbankan Syariah. Dalam sistem keuangan bagi hasil, tidak ada jaminan keuntungan dari usaha yang dibiayai sehingga kreditur pun harus menanggung kerugian debitur jika ia merugi, sedangkan dalam pinjaman berbunga seorang debitur harus mengembalikan pokok pinjaman ditambah bunga tanpa memedulikan apakah ia untung atau rugi. Meski transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah tidak merujuk langsung pada Al Quran dan Sunnah tetapi sebagai alternatif pembiayaan non ribawi bentuk kerjasama ini telah diterima Islam sebagai instrumen utama untuk mengembangkan jaringan perdagangan. Sebagaimana skema pembiayaan yang lain, skema pembiayaan bagi hasil juga memiliki kelemahan dalam penerapannya terutama berkaitan dengan besarnya resiko yang meliputi resiko pembiayaan, resiko pasar dan resiko operasional. Untuk meminimalisir resiko UUPS mewajibkan semua perbankan Syariah menerapkan manajemen resiko. Kendala penerapan pembiayaan ini terutama berkaitan dengan masalah keagenan yaitu asimetric information, moral hazard dan adverse selection (seleksi yang merugikan). Dalam prakteknya kendala-kendala ini diantisipasi dengan penerapan Incentive-compatible constraint.

No comments: